KEUTAMAAN MULTAZAM KA‘BAH: TRANSFORMASI FISIKA, METAFISIKA & JALAN TASAWUF MENUJU HAKIKAT & MAKRIFAT (ALLOOOH & RASŪL)



by,

Kiyai Kh.Dr. Muhammad Sontang Sihotang, S.Si., M.Si. 

(Kepala Laboratorium Fisika Nuklir, FMIPA Universitas Sumatera Utara)


Kolaborator Lapangan & Edukasi Umrah : 

Kh.Ibnu Mubarak (Direktur PT.Elsasya Utama  –  Sumatera Utara)


Abstrak

Multazam  adalah area di antara Hajar Aswad dan pintu Ka‘bah—merupakan salah satu titik paling utama untuk berdoa dalam tradisi Islam. Praktik menempelkan dada, wajah, dan kedua tangan di Multazam bukan sekadar ritual fisik, melainkan proses transformasi multidimensi: fisika, metafisika, spiritual, dan tasawuf. Artikel ini membahas keutamaan Multazam melalui pendekatan integratif: (1) transformasi fisika tubuh dan emosi, (2) resonansi metafisika dan kosmologi Islam, (3) tarekat tasawuf sebagai jalan suluk, (4) dimensi spiritual, serta (5) pencapaian hakikat dan makrifat dalam relasi hamba dengan Alloooh dan ittibā‘ kepada Rasūlullāh .

Kata kunci: Multazam, Ka‘bah, tasawuf, metafisika Islam, makrifat, spiritualitas.


1. Pendahuluan

Ka‘bah merupakan pusat tauhid dan orientasi ibadah umat Islam. Di antara bagian Ka‘bah, Multazam memiliki keutamaan khusus sebagai tempat mustajabnya doa. Ibn ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan bahwa Multazam adalah tempat seseorang “melekatkan dada, wajah, dan kedua lengannya sambil memohon kepada Alloooh” dan doanya dikabulkan (Al-Azraqī, Akhbār Makkah).

Fenomena ini menarik untuk dikaji secara multidisipliner, karena melibatkan tubuh, jiwa, dan kesadaran transendental secara simultan.


2. Transformasi Fisika: Tubuh sebagai Instrumen Ibadah

Dari perspektif fisika-biologis, tindakan menempelkan dada dan wajah ke dinding Ka‘bah menciptakan kondisi grounding fisik dan emosional. Sentuhan langsung pada struktur bangunan suci berusia ribuan tahun menstimulasi sistem saraf parasimpatik, menurunkan ketegangan, dan meningkatkan kondisi khusyuk.

Dalam konteks fisika modern, tubuh manusia adalah sistem energi bioelektrik. Ketika tubuh berada dalam keadaan tunduk total (khudū‘), gelombang otak cenderung bergeser ke kondisi alfa–theta yang berkorelasi dengan ketenangan dan fokus mendalam (Newberg & d’Aquili, 2001). Dengan demikian, Multazam menjadi titik sinkronisasi antara gerak fisik, emosi, dan kesadaran.


3. Metafisika Islam: Multazam sebagai Titik Tajallī

Dalam metafisika Islam, Ka‘bah dipahami sebagai markaz al-ardh (pusat bumi) dan simbol Bayt al-Ma‘mūr di langit (QS. aṭ-Ṭūr: 4). Multazam, secara khusus, dipandang sebagai titik tajallī (manifestasi rahmat Ilahi).

Ibn ‘Arabī menjelaskan bahwa tempat-tempat tertentu memiliki kesiapan metafisik (isti‘dād) untuk menerima limpahan nur Ilahi (al-Futūḥāt al-Makkiyyah). Multazam termasuk wilayah dengan kepadatan makna tauhid yang tinggi, sehingga doa yang dipanjatkan di sana beresonansi langsung dengan realitas ruhani.


4. Multazam dalam Tarekat Tasawuf: Praktik Suluk Jasmani–Ruhani

Dalam tasawuf, suluk adalah perjalanan sadar menuju Alloooh melalui penyucian lahir dan batin. Praktik di Multazam mencerminkan maqām tadallul (merendahkan diri sepenuhnya).

Menempelkan dada melambangkan penyerahan qalb, wajah melambangkan penafian ego (nafs), dan tangan melambangkan kefakiran total (faqr) di hadapan Alloooh. Al-Ghazālī menegaskan bahwa kesempurnaan doa terletak pada hadirnya hati, bukan semata lafaz (Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn).

Dalam tarekat, Multazam menjadi ruang jam‘—penyatuan kesadaran lahir dan batin.


5. Dimensi Spiritual: Doa sebagai Dialog Eksistensial

Secara spiritual, Multazam adalah ruang dialog intim antara hamba dan Rabb-nya. Doa di sini bukan sekadar permohonan, melainkan pengakuan eksistensial: “Aku tiada, Engkau Maha Ada.”

Rasūlullāh bersabda:

“Doa adalah inti ibadah.”
(HR. at-Tirmiżī)

Di Multazam, doa mencapai intensitas tertinggi karena posisi tubuh, kesadaran kolektif umat, dan simbol tauhid menyatu dalam satu momen spiritual.


6. Hakikat dan Makrifat: Alloooh & Rasūl sebagai Poros Kesadaran

Pada tingkat hakikat, hamba menyadari bahwa segala gerak, doa, dan harap bersumber dari Alloooh. Pada tingkat makrifat, ia menyaksikan (syuhūd) bahwa tiada daya dan upaya kecuali dengan Alloooh.

Ittibā‘ kepada Rasūlullāh menjadi kunci, karena beliau adalah insan kāmil—manifestasi akhlak Ilahi dalam bentuk manusia (Al-Jīlī, al-Insān al-Kāmil). Multazam menjadi simbol pertemuan antara:

  • Tauhid Ulūhiyyah (ibadah kepada Alloooh),
  • Tauhid Nubuwwah (mengikuti Rasūl),
  • dan Tauhid Wujūdiyyah (kesadaran akan keesaan realitas).

7. Kesimpulan

Keutamaan Multazam tidak hanya terletak pada mustajabnya doa, tetapi pada kemampuannya mentransformasi manusia secara utuh. Dari fisika tubuh hingga metafisika ruh, dari tarekat menuju hakikat dan makrifat, Multazam adalah ruang pendidikan tauhid yang hidup. Di sanalah hamba meleburkan ego, menghidupkan harap, dan memperbaharui janji ubudiyyah kepada Alloooh melalui tuntunan Rasūlullāh .(ms2).

 


Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak