Oleh :
KH. Dr. Muhammad Sontang Sihotang S.Si, M.Si*.(Murid Tarekat
Naqsyabandiyah AL-Kholidiyah Besilam, Langkat & Tarekat Qodiriyah
Naqsabandiyah Ma'had Sirnarasa Cisirri Tasikmalaya serta Murid Pengajian Hakekat Insani - Perbaungan, Murid Pengajian Makrifat Banjar (maya / virtual), Alumnus S-1 : Fisika
USU ’88, S-2 Alumnus: Materials Science-University of Indonesia (UI) Salemba,
Central Jakarta Alumnus S-3 ; Universiti Zainal Abidin (UniSZA) Kuala
Terengganu, Malaysia, Bidang Kajian : Metafisika Tasawuf, Kepala Laboratorium
Fisika Nuklir, Prodi Fisika, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam,
Peneliti Pusat Unggulan Ipteks Karbon & Kemenyan-Universitas Sumatera Utara
(USU)-Medan, Dosen Prodi Ilmu Filsafat Universitas Pembangunan Panca Budi
(UNPAB)-Medan, Mantan Dosen Sains Fizik / Quantum Physics, Fisika Kelautan,
Food & Technology Physics, Fakulti Sains dan Teknologi (FST), Universiti
Malaysia Terengganu (UMT), Malaysia, Tahun 2007-2013, Mantan Dosen Fisika
Kedokteran & Keperawatan, Fakultas Kedokteran & Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), d/h Salemba, Jakarta Pusat, Tahun
1996 s.d 2000. Fellowship & Training in Medical Image Processing &
Computing (MIPC) @ Vrije University Brussels (VUB)-Belgium (VLIR Scholarship)
& Institute Science & Medical (ISM)- Salzburg-Austria-Tahun 2000/2001,
Bagian Fisika Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Cempaka Putih,
Jakarta Pusat, Tahun 2000-2004, Manager Engineering Data & Information
Centre (EDIC) Engineering Centre, Fakultas Teknik – Universitas Indonesia-
Depok (2005-2006), Wartawan PortalMedan News.
Abstrak
Artikel ini membahas
perbandingan antara pendekatan spiritual dalam tasawuf dan pendekatan ilmiah
dalam fisika modern dalam upaya memahami hakikat keberadaan. Melalui kajian
terhadap konsep tarekat dan wahdatul wujud, serta penemuan Partikel Higgs
Boson, artikel ini menunjukkan bahwa keduanya, meskipun berbeda metodologi,
sama-sama berorientasi pada pencarian hakikat terdalam dari eksistensi. Tarekat
menekankan pengalaman dan kedekatan spiritual sebagai jalan menuju esensi
universal, sementara fisika mengeksplorasi struktur dasar materi melalui teori
dan eksperimen. Dengan demikian, pemahaman hakikat dalam spiritual dan ilmiah
dapat saling melengkapi dalam menyingkap tabir rahasia keberadaan alam semesta.
Kata Kunci: Tarekat tasawuf, hakikat keberadaan, wahdatul wujud, partikel Higgs
Boson, pendekatan spiritual, pendekatan ilmiah, eksistensi, struktur materi,
pencarian hakikat, spiritualitas dan fisika, pemahaman esensi alam, keberadaan
dan hakikat, ilmu pengetahuan dan spiritualitas.
Pendahuluan
Dalam pencarian
pemahaman hakikat keberadaan, manusia telah mengembangkan dua pendekatan utama:
pendekatan spiritual melalui tarekat tasawuf dan pendekatan ilmiah melalui
fisika dan kosmologi. Keduanya, meskipun tampak berbeda secara metodologi,
sama-sama menyasar hakikat terdalam dari eksistensi. Artikel ini akan membahas
perbedaan dan kesamaan antara kedua pendekatan tersebut, terutama terkait
konsep hakekat dalam spiritualitas dan pencarian ilmu tentang partikel Higgs
Boson dalam fisika modern.
Tarekat Tasawuf dan Pendekatan Praktis
Tarekat dalam tasawuf
merupakan jalan praktis untuk mendekatkan diri kepada Alloooh melalui latihan, disiplin, dan pengalaman spiritual (Abdul Karim
al-Jilli, 2008). Tarekat menekankan proses internalisasi, membersihkan hati, dan
mencapai maqam-muqam spiritual yang membawa kepada pencerahan hakiki. Dalam
konteks ini, hakekat dianggap sebagai esensi tertinggi dari keberadaan yang
menyatukan seluruh ciptaan dalam satu kesatuan spiritual.
Hakikat dalam Tasawuf dan Wahdatul Wujud
Konsep hakikat dalam
tasawuf sering dikaitkan dengan doktrin wahdatul wujud, yang dipopulerkan oleh
Ibnu Arabi (2012). Menurutnya, seluruh keberadaan adalah manifestasi satu
hakikat utama, yaitu Alloooh, sehingga tidak ada
realitas lain yang bersifat independen. Pada tingkat ini, hakekat adalah
kesatuan dan keabadian yang melampaui bentuk-bentuk fenomenal (Arabi, 2012).
Pendekatan Ilmiah dan Partikel Higgs Boson
Sementara itu, dalam
dunia fisika modern, pencarian akan hakikat dasar alam semesta dilakukan
melalui teori-teori dan eksperimen. Penemuan Partikel Higgs Boson oleh CERN
pada 2012 adalah tonggak penting dalam memahami struktur materi (Higgs, 2013).
Higgs Boson dianggap sebagai "pemilik mass" bagi partikel lain yang
berinteraksi dengannya, sehingga mengungkap lapisan dasar dari struktur
eksistensi di tingkat subatom.
Perbandingan dan Keterkaitan
Meskipun tampak
berbeda, kedua pendekatan ini memiliki kesamaan pada tingkat pencarian hakikat.
Tarekat menempuh jalan spiritual menuju pemahaman esensi, sedangkan ilmu
melalui observasi dan eksperimen terhadap unsur terkecil dari materi (Higgs,
2013). Keduanya menegaskan bahwa hakikat sejati tidak langsung tampak,
melainkan perlu diungkap melalui proses pencarian yang mendalam.
Kajian Sebelumnya
Kajian terkait perbandingan
pendekatan spiritual dan ilmiah dalam memahami hakikat keberadaan memiliki
ruang lingkup yang luas dan mendalam. Secara filosofis, konsep hakikat dalam
tasawuf telah menjadi pusat perhatian para ulama dan cendekiawan Muslim,
termasuk jalur tasawuf yang menekankan wahdatul wujud sebagai makna esensi
keberadaan (Arabi, 2012). Pemikiran Ibnu Arabi ini menyoroti bahwa seluruh
makhluk adalah manifestasi dari satu realitas utama, yakni Alloooh, sehingga memahami hakikat keberadaan memerlukan penghayatan dan
pengalaman spiritual yang mendalam.
Di sisi lain, kajian ilmiah mengenai struktur dasar materi telah
berkembang pesat sejak penemuan Partikel Higgs Boson pada tahun 2012. Penemuan
ini merupakan puncak dari teori standar fisika partikel yang menjelaskan tentang
asal usul massa dan struktur materi di tingkat subatomik (Higgs, 2013).
Penelitian tersebut membuka wawasan baru dalam memahami komponen-komponen
paling dasar dari struktur alam semesta dan menunjukkan bahwa hakikat materi
dapat diungkap melalui pendekatan eksperimental dan matematis.
Dalam literatur akademik, terdapat upaya untuk menyatukan pandangan
spiritual dan ilmiah sebagai dua jalan pencarian kebenaran yang saling
melengkapi. Misalnya, Rouhi dan colleagues (2015) menyoroti adanya kesamaan dalam
pencarian esensi hakikat yang secara spiritual bersifat intuitif dan
transenden, sementara secara ilmiah bersifat rasional dan empiris. Keduanya
menunjukkan bahwa pencarian hakikat manusia tidak dapat dipisahkan dari
perjalanan pemahaman yang holistik, mengintegrasikan aspek metafisika dan
fisika.
Meskipun masing-masing pendekatan memiliki fokus dan metodologi berbeda,
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa keduanya dapat saling
melengkapi sebagai usaha memahami hakikat eksistensi dari sudut pandang yang
berbeda, namun saling terkait.
State of the Art
Dalam konteks
pencarian hakikat keberadaan, perkembangan pemikiran spiritual dan ilmiah
menunjukkan bahwa keduanya telah berkembang secara signifikan dan saling
mempengaruhi, meskipun dari bidang yang berbeda. Di ranah spiritual, konsep
wahdatul wujud yang diusung oleh Ibnu Arabi dan tokoh tasawuf lainnya telah
menjadi kajian mendalam dalam literatur keislaman, menegaskan bahwa realitas
tertinggi adalah Alloooh yang menyatu dengan
seluruh makhluk (Arabi, 2012). Konsep ini terus dikaji dan diperdebatkan dalam
kajian tasawuf dan filsafat Islam modern, terutama dalam konteks pencarian
makna keberadaan.
Sementara itu, dalam dunia fisika, pencapaian penting terbaru adalah
penemuan Partikel Higgs Boson oleh CERN pada tahun 2012, yang membuka paradigma
baru dalam memahami struktur dasar materi dan asal usul massanya (Higgs, 2013).
Penemuan ini menegaskan bahwa struktur alam secara fundamental dapat dijelaskan
melalui teori kuantum dan model Standar Partikel yang telah lama dikembangkan.
Secara literatur dan penelitian mutakhir, ada peningkatan minat untuk
mengintegrasikan pemikiran spiritual dan ilmiah dalam rangka mendapatkan
pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hakikat keberadaan. Beberapa
penelitian terbaru menyoroti bahwa, walaupun metode dan bahasa yang digunakan
berbeda, keduanya menegaskan pencarian terhadap esensi terdalam dari keberadaan
dan struktur alam semesta (Khan et al., 2020). Pendekatan ini membuka peluang
untuk mengembangkan paradigma baru yang menggabungkan aspek metafisika dan
fisika sebagai jalan untuk memahami realitas secara lebih holistik.
Namun, masih terdapat tantangan besar dalam menggabungkan kedua
pendekatan ini secara sistematik, terutama dalam rangka memperkuat argumentasi
dan metodologi yang saling melengkapi. Sehingga, kajian ini berupaya memberikan
posisi baru dalam kerangka integratif antara spiritualitas dan ilmu pengetahuan
dalam memahami hakikat eksistensi.
Grand Theory
Konsep Hakikat sebagai Pusat Pencarian
Manusia: Sinergi antara Spiritualitas dan Ilmu Pengetahuan
Grand teori yang mendasari kajian ini menyatakan bahwa hakikat
eksistensi merupakan inti dari pencarian manusia yang menghubungkan dimensi
spiritual dan ilmiah sebagai dua jalur utama mengetahui realitas terdalam.
Secara filosofis, teori ini berangkat dari asumsi bahwa setiap pendekatan—baik
spiritual maupun ilmiah—mengarah pada pengungkapan hakikat yang hakikatnya
bersifat transendental dan esensial.
Dalam kerangka
ini, teori wahdatul wujud berfungsi sebagai model
metafisika yang menegaskan bahwa seluruh ciptaan adalah manifestasi dari satu
hakikat utama, yaitu Alloooh (Arabi, 2012).
Pemahaman ini menegaskan bahwa kedalaman hakikat tidak dapat dijangkau hanya
melalui pengalaman inderawi atau metodologi empiris semata, melainkan
memerlukan kombinasi pengalaman spiritual dan analisis ilmiah.
Sebaliknya, dalam dimensi ilmiah, teori standar fisika partikel,
termasuk penemuan Higgs Boson, mengindikasikan bahwa struktur dasar materi
dapat diungkap melalui eksperimen dan model matematis, menegaskan bahwa hakikat
alam adalah struktur yang dapat dipelajari secara rasional (Higgs, 2013).
Grand teori ini menyimpulkan bahwa pencarian hakikat keberadaan manusia
bersifat dualistik dan integratif, dimana:
- Dimensi spiritual berfokus
pada pengalaman langsung terhadap esensi dan kesatuan hakikat Alloooh yang meliputi seluruh makhluk.
- Dimensi ilmiah berfokus
pada pengungkapan struktur dan mekanisme dasar alam melalui observasi dan
teori.
Keduanya saling
melengkapi dengan asumsi bahwa hakikat pada tingkat tertinggi adalah universal
dan transendental, namun dapat dijangkau melalui jalan yang berbeda. Oleh
karena itu, paradigma integratif ini mengusulkan bahwa pemahaman mendalam
tentang eksistensi harus menggabungkan keduanya dalam kerangka keberagaman
metode pencarian kebenaran.
Studi Literatur
Studi literatur ini
mendasari analisis terhadap konsep hakikat dalam tasawuf dan fisika modern
dengan mengacu pada sejumlah sumber utama yang relevan.
Hakikat dan Wahdatul Wujud dalam Tasawuf
Dalam kajian tasawuf,
konsep hakikat memiliki makna mendalam sebagai esensi tertinggi dari keberadaan
yang melampaui Fenomena dunia. Ibnu Arabi (2012) memperkenalkan konsep wahdatul
wujud yang menyatakan bahwa seluruh makhluk adalah manifestasi dari satu
realitas utama, yaitu Alloooh. Menurut Arabi,
hakikat ini adalah inti dari pencarian spiritual dan pengalaman langsung
terhadap kesatuan seluruh ciptaan (Arabi, 2012). Konsep ini menjadi dasar dalam
memahami bahwa seluruh keberadaan tidak berbeda dari satu hakikat universal,
yang menegaskan bahwa pencapaian hakikat adalah pengalaman transenden dan
esensial.
Penemuan Partikel Higgs Boson dan Struktur Materi
Di bidang fisika,
teori standar menjelaskan bahwa partikel fundamental yang membentuk alam
semesta memiliki struktur dan karakteristik tertentu. Penemuan Higgs Boson pada
tahun 2012 merupakan tonggak penting dalam fisika partikel, yang mengungkap
mekanisme pemberian massa pada partikel dasar (Higgs, 2013). Menurut Higgs,
penemuan ini menyempurnakan teori tentang struktur dasar materi dan memperkuat
pemahaman bahwa hakikat materi terdiri dari komponen-komponen paling
fundamental yang dapat diobservasi melalui eksperimen.
Keterkaitan Antara Spiritualitas dan Fisika Modern
Dalam literatur
kontemporer, terdapat sejumlah studi yang mengangkat hubungan antara pemikiran
spiritual dan ilmu pengetahuan, terutama dalam mencari makna dan struktur
realitas terdalam. Rouhi et al. (2015) menegaskan bahwa kedua pendekatan ini
mempunyai kesamaan pada tingkat pencarian hakikat dan kebenaran universal,
meskipun berbeda dalam metodologi dan bahasa. Kajian ini menunjukkan bahwa
keduanya memiliki potensi untuk saling menguatkan melalui paradigma yang
mengintegrasikan aspek metafisika dan empiris.
Metodologi
Pendekatan penelitian
yang digunakan dalam kajian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan kajian
pustaka dan analisis filosofis, ilmiah, serta tekstual. Data diperoleh melalui
studi literatur dari sumber-sumber primer dan sekunder terkait konsep hakikat
dalam tasawuf, pemikiran Ibnu Arabi, serta penemuan ilmiah tentang Partikel
Higgs Boson.
Langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data Literatur
Mengumpulkan dan menelaah karya-karya utama dari tokoh tasawuf seperti Ibnu
Arabi dan Syeikh Abdul Karim al-Jilli, serta literatur ilmiah terkait teori
partikel dan penemuan Higgs Boson dari jurnal internasional dan buku akademik
(Higgs, 2013; Arabi, 2012).
2. Analisis Konseptual
Melakukan analisis terhadap konsep-konsep kunci seperti hakikat,
wahdatul wujud, dan struktur dasar materi. Analisis ini berfokus pada hubungan
ontologi, epistemologi, dan metodologi dari kedua pendekatan tersebut.
3. Perbandingan Lintas Pendekatan
Mengkaji bagaimana kedua pendekatan (spiritual dan ilmiah) mendekati dan
memahami hakikat keberadaan dengan mengidentifikasi titik temu, perbedaan,
serta potensi integrasi antara keduanya.
4. Sintesis dan Interpretasi
Menyusun hasil analisis ke dalam kerangka konseptual yang menghubungkan
konsep hakikat dari perspektif tasawuf dan fisika modern. Menciptakan model
integratif yang mampu menjembatani keduanya dalam rangka memahami hakikat
eksistensi secara holistik.
5. Diskusi dan Kesimpulan
Menginterpretasikan hasil analisis dalam kerangka grand theory dan
membahas implikasi dari pendekatan integratif ini terhadap pengembangan
pengetahuan spiritual dan ilmiah.
Teknik Validitas Data
Validitas data
dipastikan melalui cross-reference antara sumber-sumber utama dan pendukung,
serta validasi konseptual yang dilakukan melalui diskusi kritis dan refleksi
filosofis terhadap hasil analisis.
Analisis SWOT
Kekuatan (Strengths)
- Pendekatan multidisipliner: Menggabungkan
kajian tasawuf dan fisika modern yang jarang dilakukan secara bersamaan,
memberikan perspektif yang luas dan holistik.
- Relevansi global: Konsep
hakikat dan struktur dasar alam semesta adalah tema universal yang menarik
perhatian ilmuwan dan spiritualis.
- Saling melengkapi: Pendekatan
spiritual dan ilmiah saling memperkaya dalam pencarian hakikat eksistensi.
Weaknesses (Kelemahan)
- Keterbatasan metodologi: Penggabungan
dua bidang berbeda kadang sulit menyatukan secara metodologis karena
perbedaan paradigma dan bahasa.
- Pengaruh subjektivitas: Pendekatan
spiritual bersifat subjektif dan interpretatif, berpotensi menimbulkan
perdebatan dalam konteks ilmiah empiris.
- Kesenjangan komunikasi: Perbedaan
bahasa dan konsep antara spiritual dan ilmuwan bisa menjadi hambatan dalam
dialog yang efektif.
Peluang (Opportunities)
- Pengembangan konsep baru: Potensi
mengembangkan paradigma baru yang menyatukan ilmu pengetahuan dan
spiritualitas.
- Kajian interdisipliner: Membuka
jalan untuk penelitian lintas disiplin yang lebih mendalam dan inovatif.
- Peningkatan pemahaman umum: Memberikan
pemahaman yang lebih luas kepada masyarakat tentang makna hakikat dan
struktur alam semesta.
Ancaman (Threats)
- Resistensi akademik: Pada
kalangan ilmuwan dan ulama tradisional yang mungkin menganggap
penggabungan ini tidak relevan atau berpotensi menyesatkan.
- Kegagalan komunikasi: Risiko
ketidakpahaman dan misinterpretasi jika tidak disusun secara tepat.
- Kesalahan interpretasi: Potensi
menyimpang dari makna asli konsep spiritual dan ilmiah jika tidak
dilakukan dengan keilmiahan dan keakuratan.
Pembahasan
Analisis SWOT
menunjukkan bahwa pendekatan integratif antara kajian tasawuf dan fisika modern
memiliki potensi besar, terutama dalam memperkaya pemahaman tentang hakikat
keberadaan. Kekuatan utama terletak pada kenyataan bahwa kedua pendekatan mampu
saling melengkapi, sehingga memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan
mendalam.
Namun, kelemahan utama adalah tantangan dalam menyatukan paradigma dan
bahasa dari kedua bidang yang berbeda. Pendekatan ini membutuhkan kepekaan
metodologis dan komunikasi yang efektif agar tidak menimbulkan kesalahpahaman
atau resistensi. Salah satu solusi adalah mengembangkan model komunikatif dan
akademik yang mampu menjembatani keduanya, seperti kerangka epistemologi
integratif.
Peluang besar terletak pada kemungkinan terbentuknya paradigma baru yang
mampu menjembatani pemikiran spiritual dan ilmiah, serta memberi pemahaman yang
lebih lengkap tentang hakikat manusia dan alam semesta. Hal ini dapat
memperluas wawasan ilmuwan dan spiritualis sekaligus memperkaya budaya ilmiah dan
keagamaan secara bersamaan.
Ancaman terbesar berasal dari resistensi dan keberpihakan yang terlalu
kaku dalam bidang masing-masing, sehingga diperlukan pendekatan dialogis dan
terbuka. Kesesuaian dan keakuratan dalam menggabungkan konsep adalah kunci untuk
memastikan keberhasilan pengembangan paradigma ini.
Secara keseluruhan, analisis SWOT dan pembahasan ini menunjukkan bahwa
pendekatan integratif memiliki hakikat penting dalam memperluas dan memperdalam
pemahaman manusia tentang hakikat eksistensi, selama dilakukan secara hati-hati
dan ilmiah.
Penutup
Kesimpulan
Baik melalui
pendekatan spiritual maupun ilmiah, manusia berusaha memahami hakikat terdalam
dari keberadaan. Tarekat tasawuf dan konsep hakekat dalam wahdatul wujud
menekankan kesatuan dan esensi spiritual, sementara fisika modern dan partikel
Higgs Boson memperlihatkan struktur mendasar dari materi. Keduanya merupakan
cermin dari pencarian manusia yang tak berkesudahan untuk mengungkap kebenaran
hakiki dari alam semesta.
Penelitian ini
menunjukkan bahwa pencarian hakikat keberadaan merupakan usaha manusia yang
bersifat multidimensi, memadukan pendekatan spiritual melalui tarekat tasawuf
dan pendekatan ilmiah melalui fisika modern, khususnya penemuan Partikel Higgs
Boson. Keduanya, meskipun berbeda dalam metode dan bahasa, pada hakikatnya
berupaya menembus tabir misteri eksistensi dan mengungkap struktur terdalam
dari alam semesta. Pendekatan spiritual menekankan pengalaman dan kesatuan
hakikat, sementara pendekatan ilmiah melalui teori dan eksperimen menawarkan
kerangka empiris untuk memahami substansi dasar materi.
Hasil studi literatur
menegaskan bahwa konsep hakikat dalam tasawuf dan struktur materi dalam fisika
modern adalah dua cara berbeda dalam meniti jalur pencarian kebenaran yang
sejatinya berpusat pada pengungkapan esensi terdalam dari keberadaan.
Pengembangan paradigma integratif menjadi kebutuhan mendesak agar kedua jalur
ini dapat saling melengkapi dan memperkaya pemahaman manusia tentang hakikat
eksistensi.
Saran
Disarankan agar
kajian ini dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian yang bersifat
interdisipliner dan dialogis antara dunia spiritual dan ilmiah. Perlu adanya
pengembangan kerangka keilmiahan yang mampu mengintegrasikan kedua pendekatan
ini secara sistematis, misalnya melalui epistemologi integratif atau paradigma
baru yang mampu menjembatani keduanya.
Implikasi
Implikasi utama dari
kajian ini adalah perlunya penyesuaian paradigma dalam memahami hakikat
keberadaan manusia dan alam. Pendekatan holistik yang menggabungkan aspek
spiritual dan ilmiah dapat memperkaya wawasan dan meningkatkan keterbukaan
dalam dialog keilmuan dan keagamaan. Hal ini berpotensi memberikan manfaat
dalam memperkuat toleransi, menumbuhkan rasa saling hormat, dan memperkaya
khasanah pemikiran dalam berbagai disiplin ilmu.
Rekomendasi
Rekomendasi yang
dapat diberikan adalah:
1. Pengembangan kurikulum interdisipliner yang memasukkan aspek spiritual
dan ilmiah dalam pendidikan ilmu pengetahuan dan keislaman.
2. Membentuk forum diskusi dan seminar lintas disiplin yang bertujuan
memadukan pandangan filosofis dan ilmiah tentang hakikat keberadaan.
3. Melakukan studi lanjutan yang mengkaji potensi integrasi konsep wahdatul
wujud dan teori fisika dasar sebagai dasar dalam memperkaya paradigma ilmiah
dan spiritual.
Dengan
langkah-langkah tersebut, diharapkan pemahaman tentang hakikat eksistensi dapat
berkembang secara lebih menyeluruh dan harmonis, serta mampu menjadi inspirasi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan spiritualitas yang saling
melengkapi.(ms2).